Monday, December 20, 2021

 

JURNAL REFLEKSI MINGGU KE – 9

By

Tri Andari Setyaningrum

CGP Angkatan 4

 

Setelah mengikuti Pendidikan Guru Penggerak pada minggu ke-9, saya merefleksikan hasil dari kegiatan ini dalam bentuk jurnal refleksi. Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai jurnal yang ditulis sebagai media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang telah dilakukan. Model refleksi yang saya gunakan adalah Model 7: Segitiga Refleksi  seperti pada gambar di bawah ini:

 




Keterangan Gambar :

 1. Setelah pembelajaran hari ini, saya akhirnya memahami bahwa seorang Guru Penggerak harus dapat:

    Perubahan paradigma

Dalam membangun budaya positif, sekolah dapat menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar siswa mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.

Umumnya, disiplin sangat berkaitan dengan kontorl guru terhadap siswa. Menurut Dr. William Glasser dalam Control Theory terdapat beberapa miskonsepsi tentang kontrol, yaitu:

  • Ilusi bahwa guru mengontrol siswa; semua perilaku mempunyai tujuan, bahkan untuk perilaku yang tidak disukai. Untuk itu, pada dasarnya, guru tidak dapat memaksa siswa untuk berbuat sesuatu, jika siswa tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walau guru tampaknya sedang mengontrol perilaku siswa, tetapi sebenarnya siswa sedang mengizinkan dirinya untuk dikontrol. Hal ini karena kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih siswa.
  • Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat; Penguatan positif merupakan bentuk-bentuk kontrol untuk mempengaruhi siswa agar mengulangi suatu perilaku tertentu (Usaha untuk mengontrol siswa tersebut). Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan siswa tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan guru atau mungkin akan menjadi tergantung pada pendapat guru untuk berusaha.
  • Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter; Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol siswa membuat siswa menuju identitas yang gagal karena secara tidak langsung mengajarkan mereka  belajar untuk merasa buruk tentang dirinya sendiri.
  • Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa; perilaku yang memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu yang panjang dan bahkan dapat membentuk suatu permusuhan.

Menurut Stephen R. Covey (1991), jika ingin membuat kemajuan perlahan, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Tetapi, jika ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah cara Anda melihat dunia, ubahlah cara Anda berpikir tentang manusia, ubahlah pradigma Anda, Skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang kenyataan. 

 

Konsep disiplin positif dan motivasi

Makna Kata Disiplin

Bapak Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa, untuk menciptakan siswa yang merdeka, maka syarat utamanya harus mempunyai disiplin yang kuat, yaitu disiplin diri yang berasal dari motivasi internal (dari dalam diri sendiri). Jika tidak mempunyai motivasi internal, maka diperlukan motivasi eksternal (orang lain) untuk mendisiplinkan dirinya.

 

Diana Gossen menyatakan bahwa kata disiplin berasal dari bahasa latin, disciplina yang berarti belajar. Kata disciplina  juga berasal dari akar kata yang sama, yaitu disciple atau murid/pengikut. Diana juga menyatakan bahwa, disiplin juga berkonotasi dengan disiplin diri siswa. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali semua potensi dirinya untuk mencapai suatu tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.

Motivasi Perilaku Manusia

Terdapat 3 motivasi perilaku manusia menurut Diana Gossen, yaitu:

  1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman; seseorang berperilaku untuk menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh kepada mereka secara fisik, psikologis, ataupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak nmelakukan tindakan itu.
  2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain; seseorang berperilaku untuk mendapatkan pujian, hadiah, atau imbalan dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkelas mereka.
  3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya: Orang melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka nyakini dan hargai. Motivasi ini akan membuat orang mempunyai disiplin positif karena motivasinya bersifat internal.

Tujuan Disiplin Positif

Tujuan dari disiplin positif adalah untuk menanamkan motivasi kepada semua siswa kita, agar mereka menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi ini berasal dari diri siswa (Internal) sehingga akan berdampak jangka panjang dan tidak akan terpengaruh dengan adanya hukuman dan hadiah. 

 

Keyakinan kelas

Keyakinan merupakan nilai-nilai kebaikan atau prinsip-prinsip yang disepakati secara universal. Orang akan lebih semangat atau tergerak untuk melaksanakan keyakinannya daripada hanya mengikuti aturan.

Pembentukan keyakinan kelas:

  • Keyakinan kelas bersifat lebih abstrak daripada peraturan, yang lebih rinci dan nyata.
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas selalu dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas harusnya dibuat tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua anggota kelas.
  • Keyakinan kelas hendaknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan itu. 
  • Semua anggota kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas melalui kegiatan curah pendapat.
  • Semua anggota kelas bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Adapun langkah-langkah pembentukan keyakinan kelas, yaitu:

  1. Memberikan kesempatan kepada smeua siswa untuk berpendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas.
  2. Mencatat semua masukkan siswa di papan tulis atau di kertas besar, sehingga semua siswa bisa melihatnya.
  3. Menyusun keyakinan kelas sesuai prosedur Pembentukan Keyakinan Kelas. Ubahlah kalimat negatif menjadi kalimat positif. Contoh: Jangan berlari di kelas menjadi berjalanlah di kelas.
  4. Meninjau kembali daftar pendapat yang telah dicatat, kemudian mengajak siswa untuk menacri nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti peraturan tersebut. Contoh: berjalan di kelas, mendengarkan guru, dan datang tepat waktu bisa disarikan menjadi 1 keyakinan, yaitu saling menghormati. Keyakinan-keyakinan ini kemudian dijadikan daftar untuk disepakati.
  5. Meninjau ulang keyakinan kelas secara bersama-sama. Hendaknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak agar mudah untuk diingat (3-7 keyakinan/prinsip)
  6. Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua anggota kelas dapat meninjau ulang dan menyetujuinya dengan menandatanganinya (guru dan siswa)
  7. Keyakinan kelas dapat ditempel di dinding kelas agar mudah untuk dilihat.

 

Pemenuhan kebutuhan dasar

Semua yang dilakukan setiap manusia tentu mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Menurut Dr. William Glasser dalam Choice Theory, terdapat 5 Kebutuhan Dasar Manusia, yaitu:

1) Kebutuhan Bertahan Hidup; merupakan kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup, misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Komponen psikologis dari kebutuhan ini adalah kebutuhan akan perasaan aman.

 

2) Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang (Kebutuhan untuk Diterima); Kebutuhan ini termasuk kebutuhan psikologis yang meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang,  kebutuhan untuk merasa menjadi bagian suatu kelompok, dan kebutuhan untuk tetap terhubung dengan orang lain. Siswa yang mempunyai kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tinggi, biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya, akrab dengan orang tuanya, biasanya belajar bila suka dengan gurunya, menganggap penting teman sebaya, dan suka belajar berkelompok.

 

3) Kebutuhan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan): Kebutuhan ini berkaitan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi terampil, menjadi kompeten, diakui atas prestasi dan keterampilan, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Siswa yang mempunyai kebutuhan pengakuan yang tinggi biasanya akan selalu ingin menjadi pemimpin, suka mengamati sebelum mencoba hal baru, dan merasa kecewa jika melakukan kesalahan, rapi, sistematik, dan selalu ingin mencapai yang terbaik.

 

4) Kebutuhan Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan): merupakan kebutuhan akan kemandirian, mempunyai pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Siswa yang mempunyai kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, perlu banyak bergerak, suka coba-coba, tidak terlalu terpengaruh oleh orang lain, suka hal yang baru dan menarik.

 

5) Kebutuhan Kesenangan (Kebutuhan untuk Merasa Senang); merupakan kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Siswa dengan kebutuhan kesenangan yang tinggi biasanya kan menikmati apa yang dilakukan, konsentrasi melakukan hal yang disenangi, suka permainan, suka mengoleksi barang, dan suka melucu/bergurau.

 

Lima posisi control

Menurut Diane Gossen, terdapat 5 posisi kontrol seorang guru terhadap siswanya, yaitu:

1) Penghukum; seorang penghukum dapat menggunakan hukuman fisik dan verbal. Guru yang menjalankan posisi penghukum akan berkata: 

"Patuhi aturan saya atau awas nanti" 

"Kamu selalu saja salah"

 

2) Pembuat Orang Merasa Bersalah; pada posisi ini, biasanya guru akan bersuara lebih lembut, menggunakan keheningan yang membuat siswa menjadi tidak nyaman, bersala, atau rendah hati. Contoh kata-kata guru dalam posisi ini, misalnya:

"Bapak sangat kecewa dengan kamu"

'Berapa kali Ibu harus memberitahu kamu ya?" 

 

3) Teman: Dalam posisi ini, guru tidak akan menyakiti murid, tetapi akan selalu berusaha mengontrol siswa melalui persuasi. Posisi ini dapat berdampak positif dan negatif. Positif berupa hubungan yang baik antara guru dan siswa. Contoh kata-kata guru yaitu:

"Ayo bantulah, demi Ibu ya"

"Ayo, ingat tidak semua bantuan Ibu selama ini?"

Hal negatif dari posisi teman adalah bila guru tidak dapat membantu, maka siswa akan kecewa dan berkata, "Saya pikir Bapak adalah teman saya". Murid menjadi tidak mau lagi berusaha. Siswa hanya mau bertindak untuk guru tertentu, tidak untuk guru lain, dan siswa akan tergantung pada guru tersebut.

 

4) Monitor/Pemantau; Posisi pemantau berdasarkan peraturan-peraturan dan konsekuensi dengan memisahkan hubungan pribadi. Pertanyaan yang biasa diajukan biasanya:

"Peraturannya apa?"

"Apa yang telah kamu lakukan?"

 

5) Manajer; merupakan posisi mentor dimana guru berbuat bersama dengan murid, mengajak siswa mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung siswa menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Murid diajak menganalisis kebutuhan dirinya dan kebutuhan kebutuhan orang lain. Yang terpenting adalah kolaborasi dengan siswa. Kata-kata seorang manajer, yaitu:

"Apa yang kita yakini?" (Keyakinan Kelas)

"Apa yang kamu yakini?"

 

Seorang manajer tidak untuk mengatur perilaku siswanya, tetapi untuk membimbing murid agar dapat mengatur dirinya.

 

Tujuan dari 5 posisi kontrol guru terhadap siswa adalah mencapai posisi manajer, dimana pada posisi ini siswa dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.

 

Segitiga restitusi

Menurut Gossen, restitusi merupakan proses menciptakan posisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompoknya, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi dapat membantu siswa menjadi lebih mempunyai tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya ketika berbuat kesalahan. Restitusi menguntungkan korban dan si pembuat salah (win-win solution)

Ciri-Ciri Restitusi

Adapun ciri-ciri restitusi yaitu:

  1. Restitusi bukan menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan
  2. Restitusi memperbaiki hubungan
  3. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
  4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
  5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
  6. Restitusi diri adalah cara yang terbaik
  7. Restitusi fokus pada karakter, bukan tindakan
  8. Restitusi menguatkan
  9. Restitusi mengembalikan siswa yang berbuat salah apda kelompoknya



 

Segitiga tersebut dibagi menjadi 3 sisi, yaitu:

1) Sisi Menstabilkan Identitas

Sisi ini merupakan bagian dasar dari segitiga yang bertujuan untuk mengubah identitas anak dari yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Contoh kalimat yang dapat digunakan kepada anak, yaitu:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Kita bisa menyelesaikannya.
  • Bapak tidak tertarik untuk mencari siapa yang salah, tapi bapak ingin mencari solusi dari permasalahan ini

Ketika anak fokus pada kesalahan, maka akan sulit untuk melakukan restitusi. Hal ini karena:

  • Rasa bersalah menguras energi
  • Merasa bersalah berarti identitas gagal
  • Rasa bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu yang sudah tidak bisa diubah lagi.

2) Sisi Validasi Tindakan yang Salah

Restitusi tidak menyarankan guru berbiacara kepada siswa, bahwa melanggar peraturan adalah sikap yang baik. Tetapi, dalam restitusi harus memahami alasannya dan memahami bahwa setiap orang pasti melakukan hal yang terbaik pada waktu tertentu. Untuk itu perlu dilakukan validasi terhadap kebutuhan dari siswa dengan menggunakan contoh kalimat berikut:

  • Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya
  • Kamu pasti punya alasan menapa melakukan hal itu?
  • Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap baru!

3) Sisi Menanyakan Keyakinan

Setelah melalui langkah 1 dan 2 di atas, maka anak telah siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya dan berpindah menjadi orang yang diinginkan. Contoh pertanyaan yang dapat digunakan, yaitu:

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

 

2. Setelah pembelajaran hari ini, saya akhirnya mampu mengikuti kegiatan Calon Guru Penggerak, dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:



 

3. Perasaan saya setelah melakukan pembelajaran hari ini adalah senang dan Bahagia karena banyak ilmu yang didapat yang bermanfaat dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, aman dan menarik bagi siswa belajar untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.

 

4. Setelah melakukan pembelajaran hari ini, target saya berikutnya adalah menerapkan budaya positif di sekolah, memahami 5 kebutuhan dasar siswa, mengetahui 5 posisi control sebagai guru untuk menangani permasalahan siswa, serta melakukan segitiga restitusi bagi siswa yang bermasalah agar dapat memperbaiki kesalahan diri sendiri dan memiliki nilai kebajikan di dalam diri serta membuat keyakinan kelas yang merupakan kesepakatan seluruh kelas untuk mencapai pembelajaran kelas yang memihak pada siswa.

 

No comments:

Post a Comment

          Kode Modul Ajar   ING.E.10.1.5 Nama Penyusun/Institusi/Tahun   Tri Andari Setyan...