JURNAL
REFLEKSI MINGGU KE – 9
By
Tri Andari
Setyaningrum
CGP Angkatan 4
Setelah mengikuti Pendidikan Guru Penggerak pada minggu ke-9, saya
merefleksikan hasil dari kegiatan ini dalam bentuk jurnal refleksi. Jurnal
refleksi ini saya tulis sebagai jurnal yang ditulis sebagai media untuk
mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang
telah dilakukan. Model refleksi yang saya gunakan adalah Model 7:
Segitiga Refleksi seperti pada gambar di bawah ini:
Keterangan Gambar :
1. Setelah pembelajaran hari ini, saya
akhirnya memahami bahwa seorang Guru
Penggerak harus dapat:
Perubahan paradigma
Dalam membangun budaya positif, sekolah dapat
menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar siswa mampu
berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung
jawab.
Umumnya, disiplin sangat berkaitan dengan kontorl
guru terhadap siswa. Menurut Dr. William Glasser dalam Control Theory terdapat
beberapa miskonsepsi tentang kontrol, yaitu:
- Ilusi
bahwa guru mengontrol siswa; semua perilaku mempunyai tujuan, bahkan
untuk perilaku yang tidak disukai. Untuk itu, pada dasarnya, guru tidak
dapat memaksa siswa untuk berbuat sesuatu, jika siswa tersebut memilih
untuk tidak melakukannya. Walau guru tampaknya sedang mengontrol perilaku
siswa, tetapi sebenarnya siswa sedang mengizinkan dirinya untuk dikontrol.
Hal ini karena kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih siswa.
- Ilusi
bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat; Penguatan positif
merupakan bentuk-bentuk kontrol untuk mempengaruhi siswa agar mengulangi
suatu perilaku tertentu (Usaha untuk mengontrol siswa tersebut). Dalam
jangka waktu tertentu, kemungkinan siswa tersebut akan menyadarinya dan
mencoba untuk menolak bujukan guru atau mungkin akan menjadi tergantung
pada pendapat guru untuk berusaha.
- Ilusi
bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter; Menggunakan kritik dan
rasa bersalah untuk mengontrol siswa membuat siswa menuju identitas yang
gagal karena secara tidak langsung mengajarkan mereka belajar untuk
merasa buruk tentang dirinya sendiri.
- Ilusi
bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa; perilaku yang memaksa
tidak akan efektif untuk jangka waktu yang panjang dan bahkan dapat
membentuk suatu permusuhan.
Menurut
Stephen R. Covey (1991), jika ingin membuat kemajuan perlahan, ubahlah sikap
atau perilaku Anda. Tetapi, jika ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka
kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah cara Anda melihat dunia,
ubahlah cara Anda berpikir tentang manusia, ubahlah pradigma Anda, Skema
pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang kenyataan.
Konsep disiplin positif dan motivasi
Makna Kata Disiplin
Bapak Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa, untuk menciptakan siswa yang merdeka, maka
syarat utamanya harus mempunyai disiplin yang kuat, yaitu disiplin diri yang
berasal dari motivasi internal (dari dalam diri sendiri). Jika tidak mempunyai
motivasi internal, maka diperlukan motivasi eksternal (orang lain) untuk
mendisiplinkan dirinya.
Diana
Gossen menyatakan bahwa kata disiplin berasal dari bahasa latin, disciplina yang
berarti belajar. Kata disciplina juga
berasal dari akar kata yang sama, yaitu disciple atau
murid/pengikut. Diana juga menyatakan bahwa, disiplin juga berkonotasi dengan
disiplin diri siswa. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali semua
potensi dirinya untuk mencapai suatu tujuan, sesuatu yang dihargai dan
bermakna.
Motivasi Perilaku Manusia
Terdapat
3 motivasi perilaku manusia menurut Diana Gossen, yaitu:
- Untuk
menghindari ketidaknyamanan atau hukuman; seseorang berperilaku untuk menghindari
permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh kepada mereka secara
fisik, psikologis, ataupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila
mereka tidak nmelakukan tindakan itu.
- Untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain; seseorang berperilaku
untuk mendapatkan pujian, hadiah, atau imbalan dari orang lain yang
menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkelas mereka.
- Untuk
menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya: Orang melakukan sesuatu karena nilai-nilai
yang mereka nyakini dan hargai. Motivasi ini akan membuat orang mempunyai
disiplin positif karena motivasinya bersifat internal.
Tujuan Disiplin Positif
Tujuan
dari disiplin positif adalah untuk menanamkan motivasi kepada semua siswa kita,
agar mereka menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi ini berasal dari diri siswa
(Internal) sehingga akan berdampak jangka panjang dan tidak akan terpengaruh
dengan adanya hukuman dan hadiah.
Keyakinan kelas
Keyakinan merupakan nilai-nilai
kebaikan atau prinsip-prinsip yang disepakati secara universal. Orang akan
lebih semangat atau tergerak untuk melaksanakan keyakinannya daripada hanya
mengikuti aturan.
Pembentukan keyakinan kelas:
- Keyakinan kelas bersifat
lebih abstrak daripada peraturan, yang lebih rinci dan
nyata.
- Keyakinan kelas berupa
pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas
selalu dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas harusnya
dibuat tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh
semua anggota kelas.
- Keyakinan kelas hendaknya
sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan itu.
- Semua anggota kelas
hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas melalui
kegiatan curah pendapat.
- Semua anggota kelas bersedia
meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Adapun langkah-langkah
pembentukan keyakinan kelas, yaitu:
- Memberikan kesempatan kepada
smeua siswa untuk berpendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di
kelas.
- Mencatat semua masukkan
siswa di papan tulis atau di kertas besar, sehingga semua siswa bisa
melihatnya.
- Menyusun keyakinan kelas
sesuai prosedur Pembentukan Keyakinan Kelas. Ubahlah
kalimat negatif menjadi kalimat positif. Contoh: Jangan berlari di
kelas menjadi berjalanlah di kelas.
- Meninjau kembali daftar
pendapat yang telah dicatat, kemudian mengajak siswa untuk menacri nilai
kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti peraturan tersebut. Contoh:
berjalan di kelas, mendengarkan guru, dan datang tepat waktu bisa
disarikan menjadi 1 keyakinan, yaitu saling menghormati. Keyakinan-keyakinan
ini kemudian dijadikan daftar untuk disepakati.
- Meninjau ulang keyakinan
kelas secara bersama-sama. Hendaknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak
agar mudah untuk diingat (3-7 keyakinan/prinsip)
- Setelah keyakinan kelas
selesai dibuat, maka semua anggota kelas dapat meninjau ulang dan
menyetujuinya dengan menandatanganinya (guru dan siswa)
- Keyakinan kelas dapat
ditempel di dinding kelas agar mudah untuk dilihat.
Pemenuhan kebutuhan dasar
Semua
yang dilakukan setiap manusia tentu mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan
apa yang diinginkan. Menurut Dr. William Glasser dalam Choice Theory, terdapat
5 Kebutuhan Dasar Manusia, yaitu:
1)
Kebutuhan Bertahan Hidup; merupakan kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup,
misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Komponen psikologis dari kebutuhan ini
adalah kebutuhan akan perasaan aman.
2)
Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang (Kebutuhan untuk Diterima); Kebutuhan ini termasuk
kebutuhan psikologis yang meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang, kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian suatu kelompok, dan kebutuhan untuk tetap terhubung dengan orang
lain. Siswa yang mempunyai kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tinggi,
biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya, akrab dengan orang
tuanya, biasanya belajar bila suka dengan gurunya, menganggap penting teman
sebaya, dan suka belajar berkelompok.
3)
Kebutuhan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan): Kebutuhan ini berkaitan dengan
kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi terampil, menjadi kompeten, diakui
atas prestasi dan keterampilan, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Siswa
yang mempunyai kebutuhan pengakuan yang tinggi biasanya akan selalu ingin
menjadi pemimpin, suka mengamati sebelum mencoba hal baru, dan merasa kecewa
jika melakukan kesalahan, rapi, sistematik, dan selalu ingin mencapai yang
terbaik.
4)
Kebutuhan Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan): merupakan kebutuhan akan kemandirian, mempunyai
pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Siswa yang mempunyai
kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, perlu banyak bergerak,
suka coba-coba, tidak terlalu terpengaruh oleh orang lain, suka hal yang baru
dan menarik.
5)
Kebutuhan Kesenangan (Kebutuhan untuk Merasa Senang); merupakan kebutuhan untuk
mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Siswa dengan kebutuhan kesenangan
yang tinggi biasanya kan menikmati apa yang dilakukan, konsentrasi melakukan
hal yang disenangi, suka permainan, suka mengoleksi barang, dan suka
melucu/bergurau.
Lima posisi control
Menurut
Diane Gossen, terdapat 5 posisi kontrol seorang guru terhadap siswanya, yaitu:
1)
Penghukum; seorang
penghukum dapat menggunakan hukuman fisik dan verbal. Guru yang menjalankan posisi
penghukum akan berkata:
"Patuhi
aturan saya atau awas nanti"
"Kamu
selalu saja salah"
2)
Pembuat Orang Merasa Bersalah; pada posisi ini, biasanya guru akan bersuara
lebih lembut, menggunakan keheningan yang membuat siswa menjadi tidak nyaman, bersala,
atau rendah hati. Contoh kata-kata guru dalam posisi ini, misalnya:
"Bapak
sangat kecewa dengan kamu"
'Berapa
kali Ibu harus memberitahu kamu ya?"
3) Teman: Dalam posisi ini, guru tidak
akan menyakiti murid, tetapi akan selalu berusaha mengontrol siswa melalui
persuasi. Posisi ini dapat berdampak positif dan negatif. Positif berupa
hubungan yang baik antara guru dan siswa. Contoh kata-kata guru yaitu:
"Ayo
bantulah, demi Ibu ya"
"Ayo,
ingat tidak semua bantuan Ibu selama ini?"
Hal
negatif dari posisi teman adalah bila guru tidak dapat membantu, maka siswa
akan kecewa dan berkata, "Saya pikir Bapak adalah teman saya". Murid
menjadi tidak mau lagi berusaha. Siswa hanya mau bertindak untuk guru tertentu,
tidak untuk guru lain, dan siswa akan tergantung pada guru tersebut.
4)
Monitor/Pemantau; Posisi
pemantau berdasarkan peraturan-peraturan dan konsekuensi dengan memisahkan
hubungan pribadi. Pertanyaan yang biasa diajukan biasanya:
"Peraturannya
apa?"
"Apa
yang telah kamu lakukan?"
5)
Manajer; merupakan
posisi mentor dimana guru berbuat bersama dengan murid, mengajak siswa
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung siswa menemukan solusi atas
permasalahannya sendiri. Murid diajak menganalisis kebutuhan dirinya dan
kebutuhan kebutuhan orang lain. Yang terpenting adalah kolaborasi dengan siswa.
Kata-kata seorang manajer, yaitu:
"Apa
yang kita yakini?" (Keyakinan Kelas)
"Apa
yang kamu yakini?"
Seorang
manajer tidak untuk mengatur perilaku siswanya, tetapi untuk membimbing murid
agar dapat mengatur dirinya.
Tujuan
dari 5 posisi kontrol guru terhadap siswa adalah mencapai posisi manajer,
dimana pada posisi ini siswa dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan
bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat
menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.
Segitiga restitusi
Menurut
Gossen, restitusi merupakan proses menciptakan posisi bagi siswa untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompoknya,
dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi dapat membantu siswa menjadi lebih
mempunyai tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya ketika berbuat
kesalahan. Restitusi menguntungkan korban dan si pembuat salah (win-win
solution)
Ciri-Ciri Restitusi
Adapun
ciri-ciri restitusi yaitu:
- Restitusi
bukan menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan
- Restitusi
memperbaiki hubungan
- Restitusi
adalah tawaran, bukan paksaan
- Restitusi
menuntun untuk melihat ke dalam diri
- Restitusi
mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
- Restitusi
diri adalah cara yang terbaik
- Restitusi
fokus pada karakter, bukan tindakan
- Restitusi
menguatkan
- Restitusi
mengembalikan siswa yang berbuat salah apda kelompoknya
Segitiga tersebut dibagi menjadi
3 sisi, yaitu:
1) Sisi Menstabilkan Identitas
Sisi ini merupakan bagian dasar
dari segitiga yang bertujuan untuk mengubah identitas anak dari yang gagal
karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Contoh kalimat yang dapat
digunakan kepada anak, yaitu:
- Berbuat salah itu tidak apa-apa
- Tidak ada manusia yang
sempurna
- Kita bisa menyelesaikannya.
- Bapak tidak tertarik untuk
mencari siapa yang salah, tapi bapak ingin mencari solusi dari
permasalahan ini
Ketika anak fokus pada kesalahan,
maka akan sulit untuk melakukan restitusi. Hal ini karena:
- Rasa bersalah menguras
energi
- Merasa bersalah berarti
identitas gagal
- Rasa bersalah membuat kita
terperangkap pada masa lalu yang sudah tidak bisa diubah lagi.
2) Sisi Validasi Tindakan yang
Salah
Restitusi tidak menyarankan guru
berbiacara kepada siswa, bahwa melanggar peraturan adalah sikap yang baik.
Tetapi, dalam restitusi harus memahami alasannya dan memahami bahwa setiap
orang pasti melakukan hal yang terbaik pada waktu tertentu. Untuk itu perlu
dilakukan validasi terhadap kebutuhan dari siswa dengan menggunakan contoh
kalimat berikut:
- Padahal kamu bisa melakukan
yang lebih buruk dari ini ya
- Kamu pasti punya alasan
menapa melakukan hal itu?
- Kamu boleh mempertahankan
sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap baru!
3) Sisi Menanyakan Keyakinan
Setelah melalui langkah 1 dan 2
di atas, maka anak telah siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang
dipercaya dan berpindah menjadi orang yang diinginkan. Contoh pertanyaan yang
dapat digunakan, yaitu:
- Apa yang kita percaya
sebagai kelas atau keluarga?
- Apa nilai-nilai umum yang
kita telah sepakati?
- Kamu mau jadi orang yang
seperti apa?
2. Setelah pembelajaran hari ini, saya akhirnya mampu mengikuti kegiatan Calon Guru Penggerak, dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
3. Perasaan saya setelah melakukan pembelajaran
hari ini adalah senang dan Bahagia karena banyak ilmu yang
didapat yang bermanfaat dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, menciptakan
lingkungan sekolah yang nyaman, aman dan menarik bagi siswa belajar untuk
mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.
4. Setelah melakukan pembelajaran hari ini, target
saya berikutnya adalah menerapkan
budaya positif di sekolah, memahami 5 kebutuhan dasar siswa, mengetahui 5
posisi control sebagai guru untuk menangani permasalahan siswa, serta melakukan
segitiga restitusi bagi siswa yang bermasalah agar dapat memperbaiki kesalahan
diri sendiri dan memiliki nilai kebajikan di dalam diri serta membuat keyakinan
kelas yang merupakan kesepakatan seluruh kelas untuk mencapai pembelajaran
kelas yang memihak pada siswa.
No comments:
Post a Comment