2.2.a.9 Koneksi antar Materi - Pembelajaran Sosial
Emosional
Tri Andari Setyaningrum
CGP Angkatan 4_SMA N 7 Surakarta
Pemahaman
Tentang Pembelajaran Sosial Emosional
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) adalah sebuah proses
mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal anak dalam
berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Dapat
diberikan dalam 3 ruang lingkup yaitu: rutin, terintegrasi dalam mata
pelajaran, dan protokol.
Dalam
penerapannya PSE setidaknya menerapkan beberapa kompetensi yang harus termaktub
dalam pembelajaran. komptensi-kompetensi tersebut tersebut antara lain:
1. Pengelolaan Diri-Mengelola Emosi dan
Fokus Untuk Mencapai Tujuan.
Dalam
kehidupan sehari-hari tidak dapat dipungkiri akan terjadi tekanan pekerjaan
atau bahkan tugas sekolah yang menumpuk. Banyaknya mata pelajaran yang dialami
memungkinkan murid juga menerima banyak tugas. Dengan demikian maka timbullah
tekanan dan stress untuk itu perlu skill bagaimana mengelola diri dari emosi
dan fokus mencapai tujuan.
2. Pengambilan Keputusan yang yang
bertanggung jawab.
Kemampuan
pengambilan Keputusan yang bertanggung jawab sesungguhnya adalah kemampuan yang
jika secara konsisten dan berkelanjutan ditumbuhkan dan dirasakan sejak dini,
akan memungkinkan seseorang tumbuh pribadi yang bertanggung jawab dan lebih
berdaya lenting (resilience) dalam menghadapi segala konsekuensi yang harus
dihadapi akibat keputusan yang dibuat dalam hidupnya. Seseorang mengambil
keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif
pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk
melakukan hal tersebut maka seseorang perlu belajar bagaimana: (a) mengevaluasi
situasi, (b)Menganalisis alternatif pilihan mereka dan, (3) mempertimbangkan
konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri dan
orang lain.
3. Kesadaran Sosial-keterampilan Berempati.
Kemampuan
berempati dapat membangun hubungan yang lebih melibatkan (engaged) dengan
menerima dan memahami orang lain. Cara ini membantu belajar merespon orang lain
dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga
lingkungan yang lebih terbuka akan terbentuk. Keterampilan ini membantu
seseorang memiliki hubungan sangat hangat dan lebih positif dengan orang lain.
Mengapa? karena empati mengarahkan kita untuk mengurangi fokus hanya kepad diri
sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain dengan afeksi. Untuk
menanamkan empati dapat di lakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menaruh
perhatian pada perasaan orang lain dengan bertanya: (a) apa yang di rasakan
orang tersebut? (b) apa yang mungkin di lakukan (c) Apa yang saya rasakan jika
mengalamai kejadian yang sama. Setelah menanyakannya sebelum berbicara atau
bertindak, meyakini bahwa setiap orang berbeda dan memberi dukungan kepada
orang lain meskipun berbeda pandangan akan memungkinkan kita untuk bersikap
lebih empati pada orang lain.
4. Keterampilan Berelasi-Kerjasama dan
Resolusi konflik
Dalam
kehidupan sehari-hari pasti akan ditemukan benturan konflik peran dan bagimana
membangun kerjasama dengan orang lain. Kemamapuan seseorang untuk menyelesaikan
konflik adalah hal yang sangat penting. Apalagi menyelesaikan dengan cara
konstruktif dan membantu membina hubungan positif dengan orang lain. Hubungan
positif tidak hanya membangun rasa percaya diri tetapi juga diyakini dapat
memitigasi stress, melawan penyakit dan memperpanjang umur. Lalu bagaimana
mengelola konflik yang terjadi?. di bawah ini merupakan beberapa keterampilan
yang dapat digunakan dan dikembangkan untuk membangun kerjasama: (a)
keterampilan menyampikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif, (b)
Keterampilan Menyampikan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling
menghargai (c) keterampilan mengelola tugas dan peran dalam konflik.
Hubungan antara Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran
Sosial dan Emosional
Dengan
kemampuan mengelola emosi maka pembelajaran berdiferensiasi akan dapat
dilaksanakan dengan baik.
Pembelajaran berdiferensiasi membutuhkan pemahaman lebih dari
seorang guru dari profil murid dan juga memahami bagaimana seorang gurumemahami
kebutuhan belajar murid dengan memetakan kemampuan murid sesuai bakat minat ,
kesiapan belajar dan profil belajar murid. Hal ini membuat seorang guru lebih
mendalam mengenal murid secara emosional. Oleh karena itu dalam penerapannya di
dalam pembelajaran guru juga tentunya dapat menerapkan komptensi-komptensi yang
terdapat dalam PSE dengan baik. Bila seorang guru memahami
PSE, maka dalam pelaksanaan strategi penerapan pembelajaran berdiferensiasi
guru akan dapat memilih teknik pembelajaran yang tepat.
Selama
proses pembelajaran sering terjadi permasalahan dalam interaksi sosial murid,
maka dengan teknik PSE dapat membantu guru untuk memudahkan solusi dan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Hal
ini dapat dilihat misalnya jika murid tidak mengerjakan tugas dengan baik maka
guru tidak langsung marah dan menjudge murid tersebut malas atau dengan istilah
lain namun guru dapat menerapkan kompetensi empati dan mengendalikan diri.
Melalui pengenalan profil kemampuan murid guru dapat menerapkan empati dengan
mendengarkan alasan murid tersebut mungkin saja karena banyak tugas sehingga
tidak punya waktu, atau mungkin kelelahan. Mungkin juga karena membantu orang
tua nya bekerja. Dari alasan-alasan tersebut maka guru juga bisa menerapkan
kompetensi pengambilan keputusan secara bertanggung jawab sesuai dengan alasan
yang telah di kemukakan murid tersebut.
Dengan
mengakaitkannya maka guru lebih bijak dalam mengelola murid dan kelas sehingga
akan tercipta hubungan yang lebih harmonis dan murid juga senang dalam belajar
karena mempunyai guru yang menyenangkan dan bijaksana. Keputusan yang bijak
akan membuat anak nyaman karena merasa dihargai dan dipahami. Bayangkan saja
jika seorang guru tidak memahami kebutuhan belajar murid atau karakter murid
maka dia lebih mengedepankan emosi diri daripada menerapkan rasa empati kepada murid.
Hubungan antara Filosofi Ki Hajar
dewantara dan Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan adalah bagaimana memerdekakan belajar, guna mencapai kemerdekaan
belajar yang goalnya adalah menjadi murid dengan profil pelajar Pancasila. Ini
berarti dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, Ki Hajar
Dewantara menganjurkan agar pendidik tetap memperhatikan segala potensi
anak-anak, yaitu jiwa, jasmani, etika, moral, estetika dan karakter. Dalam
pendidikan, guru ibarat petani, yang menyiapkan lahan, memupuk, mengairi, dan
membersihkan hama agar bibit tumbuh subur, berbunga, kemudian berbuah.
Selain itu pendidikan bagi murid harus menyesuaikan sebagai kodrat alam dan
zaman, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan yang berpusat pada murid. Disini
dapat dilihat jelas bahwa PSE menjadi salah satu sarana yang paling tepat untuk
mewujudkan Pendidikan yang sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dalam konteks pendidikan di sekolah,
pemikiran Ki Hadjar Dewantara telah diterapkan antara lain pada penanaman
disiplin, etika, sopan santun, budaya lokal, maupun penanaman nilai-nilai
keagamaan.
Hubungan antara Nilai dan peran Guru dan Pembelajaran Sosial
dan Emosional
Dengan
melakukan Pembelajaran Sosial dan Emosional akan dapat semakin menumbuhkan nilai guru (Mandiri, Reflektif,
Kolaboratif,Inovatif, serta berpihak kepada anak atau murid) dan peran
pada guru (bagaimana menjadi
Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan komunitas Praktisi, Menjadi Coach bagi guru
yang lain, Mendorong kolaborasi antara guru dan mewujudkan kepemimpinan pada
murid). Jika seorang
guru mampu menjalankan perannya sesuai nilai-nilai yang dimiliki seorang guru
penggerak akan mampu memberikan dampak positif terhadap orang orang dan
lingkungan di sekitarnya. Mampu menggerakkan komunitas sekitarnya ke arah yang
lebih baik demi terciptanya merdeka belajar dan sekaligus dalam menerapkan
pembelajaran sosial dan emosional maka seorang guru pasti akan menerapkan
pengelolaan emosi, sehingga pembelajaran yang berpihak pada murid akan dapat
diwujudkan dengan baik dan seimbang.
Hubungan antara Visi Guru Penggerak dan Pembelajaran Sosial
dan Emosional
Visi
adalah berkaitan dengan want to be seseorang, suatu organisasi atau kelompok.
Visi sekolah berarti gambaran masa depan sekolah yang diharapkan akan terwujud,
mulai dari input, proses, maupun outputnya. Visi seorang guru berarti
gambaran tujuan yang ingin dicapai oleh seorang guru yang memuat
nilai-nilai yang diyakininya. Visi menentukan tujuan, sedangkan nilai-nilai
menentukan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan menerapkan
pembelajaran sosial emosional maka seorang guru harus memiliki visi untuk
mewujudkan muridnya menjadi murid yang cerdas dan berkarakter, kaya akan
prestasi dan penuh karya mengarah menuju profil pelajar Pancasila.
Hubungan antara Disiplin Positif dan Pembelajaran Sosial
dan Emosional
Budaya positif adalah nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar
murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan
bertanggung jawab. Budaya positif hendaknya menjadi karakter guru, murid, serta
semua warga sekolah. Sekolah diharapkan menjadi lingkungan yang aman, nyaman dan
menyenangkan bagi murid untuk belajar. Budaya positif hendaknya menjadi
karakter bagi seluruh warga sekolah, baik murid maupun guru serta pemangku
kepentingan. Budaya positif tidak dapat terbentuk secara instant namun melalui
proses suatu Tindakan, Tindakan yang terus menerus akan menjadi kebiasaan dan
kebiasaan yang terus menerus akan membentuk suatu karakter. Maka penerapan
Tindakan budaya positif di sekolah perlu sekali di tanamkan. Dalam pembelajaran
sosial emosional sangat berkaitan dengan budaya positif karena dengan kemampuan
pengendalian diri, kemampuan kesadaran sosial berempati, kesadaran berelasi
serta mampu mengambil keputusan yang
lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan makan wujud budaya positif di sekolah
akan terwujud.
No comments:
Post a Comment